Penulis : Melisa, Magister Ilmu Hukum Universitas Lampung
Pada tanggal 5 Oktober 2020, Presiden Jokowi Dodo mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja, atau biasa disebut juga dengan Omnibuslaw. UU Cipta Kerja dinilai akan merugikan rakyat Indonesia, terutama Lingkungan Hidup, buruh/pekerja, yang mengabaikan HAM. Dalam bidang lingkungan hidup masyarakat tidak mempunyai wewenang lagi untuk pengelolaan lingkungan.
Setelah disahkannya UU Nomor 3 Tahun 2020 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara kewenangan banyak diambil oleh Pemerintah Pusat. Di Kecamatan Sukau Kabupaten Lampung Barat terdapat pertambangan milik rakyat yang di kelola oleh masyarakat setempat.
Warga Pekon Buaynyerupa, Kecamatan Sukau, Kabupaten Lampung Barat resah akibat maraknya tambang pasir yang merusak lingkungan. Banjir dan longsor yang paling dirasakan warga. Akibat dari pertambangan rakyat tersebut maka lahan yang terdapat di sekitar pertambangan menjadi rusak, banyak lahan masyarakat tergerus oleh derasnya arus sungai Warkuk ketika terjadinya banjir, yang menyebabkan petani gagal panen disamping itu banyaknya perikanan masyarakat juga terbawa oleh arus derasnya sungai warkuk.
Dari peristiwa ini masyarakat banyak mengalami kerugian. Hal tersebut disebabkan karena Pemilik pertambangan mengambil pasir di sungai menggunakan alat berat yaitu Excavator. Fungsi dari Excavator ini adalah untuk memudahkan pekerjaan Ekskavasi atau penggalian dari sungai. Awalnya pemilik dari pertambangan ini sudah menandatangani bahwa, tidak boleh memasukkan alat berat untuk melakukan pertambangan, boleh memasukkan alat berat, akan tetapi hanya satu excavator.
Sehingga masyarakat yang mendapat dampak dari pertambangan tersebut, menuntut untuk pertambangan untuk ditutup. Akan tetapi setelah disahkannya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Undang-Undang Cipta Kerja masyarakat tidak mempunyai wewenang untuk melakukan itu, jangankan masyarakat pihak kecamatan, kabupaten, provinsi pun tidak ada kewenangan lagi. Kewenangan Pemerintah Daerah hanyalah memberikan pembinaan dan pengawasan serta perizinan terhadap aktivitas galian C dan pertambangan lainnya semua menjadi kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI.
Untuk Masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan Usaha Pertambangan Di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral pasal 145 yaitu Masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan Usaha Pertambangan berhak: (1) memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam pengusahaan kegiatan Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan; dan/atau (2) mengajukan gugatan melalui pengadilan terhadap kerugian akibat pengusahaan Pertambangan yang menyalahi ketentuan.